Dalam sebuah insiden tragis yang mengguncang masyarakat, seorang wanita yang diduga sebagai pekerja seks komersial (PSK) menjadi korban pembunuhan oleh sekelompok warga di kawasan pinggiran kota. Kejadian ini berawal dari laporan mengenai praktik eksploitasi yang melibatkan penggunaan “tisu magic,” sebuah istilah yang merujuk pada metode penipuan yang sering digunakan oleh para pelaku kejahatan untuk menarik perhatian dan menipu orang-orang yang tidak curiga.
Tragedi Tisu Magic Bikin PSK Dihabisi Masyarakat
Kemarahan para pria ini semakin memuncak setelah mereka mendengar cerita dari salah satu temannya yang mengaku menjadi korban penipuan tersebut. Dalam sekejap, suasana damai berubah menjadi huru-hara. Mereka mengepung wanita itu, menuduhnya melakukan penipuan dan merusak kehidupan banyak orang. Meski wanita itu berusaha menjelaskan bahwa ia hanya mencari nafkah, suara jeritan dan teriakan dari kerumunan semakin memicu amarah.
Aksi massa yang tidak terkontrol ini berujung pada tindakan brutal. Para pelaku langsung menyerang wanita tersebut, dengan memukuli dan menyiksanya hingga tak berdaya. Beberapa saksi melihat bagaimana wanita itu terjatuh dan tidak mampu melawan. Meskipun upaya untuk memanggil bantuan dilakukan, waktu yang dibutuhkan untuk pihak berwajib tiba di lokasi sangatlah lambat. Pada saat petugas polisi akhirnya datang, wanita tersebut sudah dalam keadaan kritis dan tidak dapat diselamatkan.
Kejadian ini mengundang berbagai reaksi dari masyarakat luas dan aktivis hak asasi manusia. Banyak yang menyayangkan tindakan yang diambil oleh warga tersebut, menyebutnya sebagai bentuk kekerasan yang tidak bisa dibenarkan. Ini adalah tragedi kemanusiaan,” ujar Andi Prasetyo, seorang aktivis yang fokus pada isu perlindungan perempuan.
Kepolisian setempat telah mengeluarkan pernyataan resmi mengenai kejadian ini, menganggapnya sebagai tindakan kriminal yang harus diproses secara hukum. Mereka berencana untuk menangkap para pelaku yang terlibat dalam aksi massa tersebut. Namun, tantangan besar masih harus dihadapi, karena banyak dari mereka bersembunyi di balik identitas anonim dalam kerumunan.